Memperingati Wafat Isa Almasih Sebuah Perjalanan Iman, Kasih, dan Pengharapan


Wafat Isa Almasih bukan hanya peristiwa sejarah yang dikenang oleh umat Kristen setiap tahun, tetapi juga merupakan momen spiritual yang dalam, yang mengajarkan nilai kasih, pengorbanan, dan harapan. Hari peringatan ini, yang dikenal sebagai Jumat Agung, diperingati dengan penuh hormat dan refleksi oleh jutaan umat Kristiani di seluruh dunia. Di balik suasana sunyi dan syahdu dari peringatan tersebut, tersimpan makna yang begitu mendalam: kasih Allah kepada manusia.

Makna Historis dan Teologis

Wafat Isa Almasih (Yesus Kristus) di kayu salib, menurut tradisi Kristen, adalah peristiwa sentral dalam karya penyelamatan Allah bagi umat manusia. Dalam Perjanjian Baru, Yesus digambarkan sebagai “Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia.” Dengan pengorbanan-Nya, manusia yang berdosa mendapat jalan menuju keselamatan dan pengampunan.

Secara historis, peristiwa penyaliban terjadi sekitar tahun 30–33 Masehi di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, gubernur Romawi di Yudea. Meskipun tampak sebagai tragedi dan kekalahan, dalam iman Kristen, wafat Yesus justru adalah kemenangan terbesar: kemenangan atas dosa dan kematian.

Tradisi Peringatan Jumat Agung

1. Liturgi dan Ibadah Khusus

Jumat Agung adalah bagian dari rangkaian Pekan Suci, yaitu minggu terakhir menjelang Hari Raya Paskah. Di berbagai gereja, peringatan Jumat Agung dilakukan dengan ibadah khusus yang khidmat dan tenang. Ciri khas ibadah ini adalah suasana hening, warna liturgi hitam atau merah tua, tidak ada perjamuan kudus, dan biasanya lampu dipadamkan atau diredupkan sebagai lambang duka cita.

Dalam liturgi Jumat Agung, pembacaan Injil tentang penderitaan dan penyaliban Yesus (biasanya dari Yohanes pasal 18 dan 19) menjadi inti utama. Banyak jemaat juga mengikuti prosesi Jalan Salib, yaitu refleksi 14 tahap penderitaan Yesus dari penangkapan hingga wafat-Nya.

2. Puasa dan Pantang

Bagi banyak umat Kristen, terutama Katolik dan Ortodoks, Jumat Agung juga diiringi dengan puasa dan pantang. Ini bukan sekadar aturan keagamaan, tetapi ungkapan pertobatan dan solidaritas terhadap penderitaan Kristus. Umat diajak menahan diri dari makanan berlebih, hiburan, dan hal-hal duniawi lainnya sebagai bentuk pengorbanan kecil untuk mengenang pengorbanan besar Sang Juruselamat.

3. Pengakuan Dosa dan Pertobatan

Dalam masa Prapaskah hingga Jumat Agung, umat juga terdorong untuk mengadakan pengakuan dosa dan memperbaharui hidup. Wafat Yesus menjadi panggilan untuk kembali kepada kasih Allah dan memperbaiki relasi dengan sesama.

Makna Spiritualitas dalam Peringatan Wafat Isa Almasih

1. Kasih yang Tak Bersyarat

Salah satu makna terdalam dari wafat Isa Almasih adalah kasih yang tidak bersyarat. Dalam Yohanes 3:16 tertulis, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal...” Yesus tidak wafat karena dipaksa, tetapi karena kasih. Ia menyerahkan diri-Nya demi menyelamatkan umat manusia.

Pengorbanan ini menjadi teladan tertinggi kasih: memberi tanpa mengharapkan balasan, mengampuni mereka yang menyakiti, dan tetap mengasihi di tengah penderitaan.

2. Pengampunan dan Pertobatan

Dari atas salib, Yesus berkata, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Lukas 23:34). Ini adalah pengampunan yang luar biasa – pengampunan bahkan bagi mereka yang menyalibkan-Nya. Dalam setiap Jumat Agung, umat diajak merenungkan apakah mereka juga mampu mengampuni seperti Kristus.

Peringatan ini menjadi momen pertobatan pribadi. Manusia menyadari kelemahan dan dosanya, dan datang kembali kepada Allah dengan hati yang remuk. Bukan dengan rasa takut, tetapi dengan keyakinan bahwa Allah adalah Bapa yang penuh kasih dan pengampunan.

3. Solidaritas dengan Mereka yang Menderita

Yesus wafat di salib – simbol penderitaan terburuk di zaman itu. Ia menjadi satu dengan mereka yang tertindas, sakit, miskin, dan terluka. Jumat Agung mengingatkan umat agar tidak hanya mengenang penderitaan Kristus secara spiritual, tetapi juga berani menunjukkan kasih nyata kepada sesama yang sedang menderita.

Gereja sering mendorong kegiatan sosial pada masa ini: berbagi makanan, membantu yang sakit, dan berdoa bagi perdamaian dunia.

4. Harapan Akan Kehidupan Baru

Meskipun Jumat Agung adalah hari duka, ia tidak berdiri sendiri. Ia menuju kepada Paskah – kebangkitan Kristus. Ini menjadi lambang bahwa penderitaan dan kematian bukan akhir dari segalanya. Dalam iman Kristen, salib tidak mengalahkan Kristus, tetapi justru menjadi jalan kepada kemuliaan.

Dalam hidup sehari-hari, peringatan ini membawa pesan harapan: di balik setiap luka ada pemulihan, di balik air mata ada sukacita, dan di balik kematian ada kehidupan baru.

Peringatan di Berbagai Negara

1. Indonesia

Di Indonesia, Jumat Agung merupakan hari libur nasional. Umat Kristen mengadakan ibadah di gereja dengan suasana hening dan penuh perenungan. Di beberapa daerah seperti Larantuka (NTT), tradisi peringatan Jumat Agung sangat kental dengan budaya lokal. Prosesi Semana Santa di Larantuka adalah salah satu yang paling terkenal, yang menyatukan iman, budaya, dan devosi umat.

2. Filipina

Di Filipina, sebagian umat bahkan melakukan praktik penyaliban secara simbolis sebagai bentuk penyesalan dan devosi. Meskipun Gereja Katolik tidak menganjurkannya, tradisi ini tetap bertahan sebagai ekspresi religius masyarakat setempat.

3. Italia dan Vatikan

Di Vatikan, Paus memimpin ibadah khusus di Basilika Santo Petrus. Salah satu momen paling khidmat adalah prosesi Jalan Salib di Colosseum Roma, yang diikuti oleh ribuan umat dari seluruh dunia.

4. Amerika Latin

Negara-negara seperti Meksiko dan Brasil juga memperingati Jumat Agung dengan prosesi dan drama jalan salib yang sangat hidup. Umat dari berbagai kalangan terlibat aktif, menjadikan Jumat Agung sebagai momen spiritual sekaligus budaya.

Jumat Agung di Tengah Dunia Modern

Di tengah dunia yang serba cepat dan sibuk, peringatan Jumat Agung menjadi oasis rohani. Ia mengajak manusia untuk berhenti sejenak, merenung, dan menyadari makna hidup yang lebih dalam.

Dalam masyarakat yang cenderung individualistik, Jumat Agung menyuarakan solidaritas. Di tengah kebencian dan kekerasan, ia mengajarkan pengampunan. Di tengah keputusasaan, ia menyalakan harapan.

Teknologi dan kemajuan tak menghapus makna salib. Justru, di zaman ini, pesan salib – kasih, pengorbanan, dan pengharapan – semakin dibutuhkan.

Refleksi Pribadi: Apa Arti Wafat Kristus Bagiku?

Setiap umat Kristen diajak merenungkan secara pribadi:

  • Apakah aku sudah benar-benar menghayati pengorbanan Kristus?

  • Apakah aku hidup dalam kasih, atau masih terikat pada kepahitan dan dendam?

  • Apakah aku menjadi saluran berkat dan penghiburan bagi sesama?

  • Apakah aku membawa pengharapan dalam dunia yang gelap?

Pertanyaan-pertanyaan ini bukan untuk menyalahkan, melainkan untuk membangkitkan kesadaran dan semangat hidup baru dalam Kristus.

Penutup: Dari Salib Menuju Kebangkitan

Peringatan wafat Isa Almasih adalah undangan untuk masuk lebih dalam ke dalam misteri kasih Allah. Kasih yang tidak dibatasi oleh luka, pengampunan yang melampaui logika, dan harapan yang tidak dapat dipadamkan oleh maut.

Salib bukan akhir. Wafat bukan kekalahan. Justru di dalam salib, ditemukan sumber kekuatan, damai, dan sukacita sejati.

Di hari Jumat Agung ini, umat diajak untuk kembali kepada salib, dan dari sanalah, menemukan hidup yang baru.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Comments System

Disqus Shortname