Wafat Isa Almasih merupakan peristiwa yang menggetarkan hati dan menjadi pusat dari iman Kristiani. Bukan hanya sebuah kisah tentang penderitaan dan kematian, tetapi juga tentang kasih yang begitu dalam, pengampunan yang sempurna, dan harapan akan kehidupan kekal. Kisah ini telah menginspirasi jutaan orang di seluruh dunia selama ribuan tahun.
Latar Belakang: Sang Guru dari Nazaret
Isa Almasih (Yesus Kristus) adalah tokoh sentral dalam ajaran Kristen. Ia dikenal sebagai guru yang penuh kasih, pembuat mukjizat, dan pembawa ajaran tentang Kerajaan Allah. Dalam tiga tahun pelayanan-Nya di muka bumi, Isa mengajarkan kebenaran, mengasihi mereka yang tertolak, dan menantang praktik-praktik keagamaan yang tidak mencerminkan kasih sejati.
Namun, popularitas dan ajaran-Nya menimbulkan ancaman bagi para pemimpin agama Yahudi pada waktu itu. Mereka merasa posisi dan kekuasaan mereka terganggu. Maka dirancanglah suatu rencana untuk menangkap dan menyingkirkan-Nya.
Perjamuan Terakhir dan Doa di Taman Getsemani
Pada malam sebelum penangkapan-Nya, Isa mengadakan Perjamuan Terakhir bersama dua belas murid-Nya. Di meja itu, Ia memecahkan roti dan membagikannya, sambil berkata, "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu." Ia juga mengangkat cawan berisi anggur dan berkata, "Inilah darah-Ku, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang."
Setelah perjamuan, Isa pergi ke Taman Getsemani untuk berdoa. Ia bergumul dalam kesedihan yang dalam, bahkan sampai peluh-Nya menjadi seperti tetesan darah. Ia berkata, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku; tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39)
Penangkapan dan Pengadilan Palsu
Tidak lama kemudian, datanglah Yudas Iskariot, salah satu murid-Nya, yang mengkhianati-Nya dengan ciuman. Isa ditangkap dan dibawa ke hadapan para imam dan ahli Taurat. Ia dihina, dipukul, dan difitnah. Dalam malam yang gelap itu, Isa menjalani pengadilan yang tidak adil dan akhirnya diserahkan kepada Pontius Pilatus, gubernur Romawi.
Meski Pilatus sendiri tidak menemukan kesalahan pada diri Isa, ia akhirnya menyerah pada tekanan massa dan menjatuhkan hukuman salib bagi-Nya.
Perjalanan ke Golgota
Isa dipaksa memikul salib-Nya menuju Bukit Golgota. Di sepanjang jalan, Ia dicemooh, diludahi, dan dipukuli. Di tengah penderitaan itu, Ia tetap diam dan tabah.
Sesampainya di Golgota, tangan dan kaki-Nya dipaku di kayu salib. Ia digantung di antara dua penjahat. Di atas kepala-Nya dipasang tulisan: "Yesus orang Nazaret, Raja Orang Yahudi."
Tujuh Perkataan Terakhir
Saat tergantung di salib, Isa mengucapkan tujuh perkataan terakhir yang penuh makna. Salah satu yang paling terkenal adalah:
"Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34)
Ini adalah puncak dari kasih yang tiada banding. Bahkan dalam penderitaan, Isa memilih untuk mengampuni.
Akhir Hidup dan Keajaiban di Salib
Setelah berjam-jam menanggung derita, Isa berseru, "Sudah selesai!", lalu menyerahkan nyawa-Nya. Pada saat itu, tirai Bait Suci terbelah dua, terjadi gempa bumi, dan banyak orang menyadari bahwa yang mereka salibkan adalah Anak Allah.
Makna dari Wafat-Nya
Bagi umat Kristen, wafat Isa Almasih bukan sekadar kematian seorang guru agung. Itu adalah puncak kasih Allah bagi manusia. Isa mati sebagai korban penebus dosa, agar setiap orang yang percaya kepada-Nya memperoleh pengampunan dan hidup yang kekal.
Salib, yang dulunya lambang hukuman dan kutukan, kini menjadi simbol kasih, pengampunan, dan kemenangan atas dosa.